GERAKAN RATU ADIL
:
REAKSI TERHADAP ORDE PENGUASA
Ardiansyah. DS
Semenjak awal abad ke-20, diwilayah nusantara terjadi banyak
sekali pergolakan yang terutama sekali berlangsung pada tingkat pedesaan atau
local. Gerakan-gerakan yang lebih bersifat arkhais tradisionil ini merupakan
manifestasi dari revolusionasisasi agraris yang hidup di tengah masyarakat, yang pada saatnya akan meletus
menjadi kerusushan-kerusuhan fisik.
Gerakan-gerakan social yang terjadi tersebut, nyatanya
merupakan buah dari berbagai aspek dominasi Barat beserta pola-pola yang
mengiringinya. Pemerintah Hindia Belanda menciptakan kondisi yang memungkinkan
bagi rakyat untuk mengadakan pergerakan. Aspek dominasi politik, ekonomi dan
cultural menyebabkan disorganisasi masyarakat tradisionil beserta lembaga-lembaganya.
Kehadiran ekonomi uang beserta sistem-sistemnya seperti pajak, telah membawa
dan menambah beban hidup rakyat. Kondisi yang berlangsung ini, juga
memungkinkan terjadi perubahan-perubahan social dengan munculnya peranan-peranan
baru yang menyaingi peran tradisional. Pengaruh-pengaruh dari cultural asing
menerobos lapisan tradisional dan merongrong nilai-nilai lama sebagai pegangan
hidup.
Dalam suasana dan kehilangan nilai ini, akan tumbuh
kecenderungan dari berbagai masyarakat untuk mencoba mencari re-orientasi. Pada
berbagai tingkat, re-orientasi ini akan mengarah kepada ideology-ideologi yang
radikal dan revolusioner, baik tradisionil maupun modern. Seperti ratu Adil, Revivalisme, Nativisme
maupun Komunisme, Nasionalisme dan ideology-ideologi lainnya.
Pada tingkat masyarakat yang sempit wawasan cakrawala
pemikirannya, pilihan ini lebih banyak mengarah kepada nilai-nilai tradisionil
seperti Ratu Adil. Harapan-harapan yang dibangkitkan oleh ideology cultural
ini. Nyatanya tidak sekedar mengambil bentuk spekulatif tentang sejarah semata
namun juga mengandung kekuatan social yang engundang kea rah tindakan-tindakan
untuk merubah situasi yang dianggap krisis. Ratu Adil dianggap sebagai harapan
yang mampu mewujudkan da memberikan pertolongan sehingga menimbulkan sentiment
revolusioner yang diperkuat oleh ideology keagamaan. Konsepsi kausalitas
masyarakat lama dengan hadirnya zaman kegemilangan di masa depan, mewarnai
gerakan menjadi radikal revolusioner karena menolak masa kini, yang dianggap
sebagai masa yang menyeleweng dan bobrok dank arena itu harus dihancurkan
******
Gerakan-gerakan
social yang terjadi pada tingkat pedesaan seperti yang dapat terlihat pada
kasus-kasus di Jambi pada tahun 1916, Wanagiri pada tahun 1935, Bandung pada
tahun 1935, Kerawang pada tahun 1939, Ciomas pada tahun 1936 dan
gerakan-gerakan lainnya yang tersebar di berbagai sudut daerah pemerintahan
colonial, sebenarnya dapat ditelusuri dari akibat social-ekonomi masyarakat.
Ketika Belanda mulai melebarkan sayapnya dan membangun
dengan apa yang dikenal dengan “Pax Nederlandica”, ekspansi yang dilakukan
Belanda menyentuh organ-organ yang paling elementer dalam masyarakat,
mengganggu dan merusak system tradisional yang sudah lama mapan dalam kehidupan
masyarakat. Dengan demikian gerakan social tidak sekedar menentang birokrasi
yang terasa mengganggu tetapi juga
menentang elemen-elemen yang danggap sebagai model dari pemerintahan asing.
Kehadiran system asing di tengah dunia mereka,
menyebabkan masyarakat kehilangan pegangan dan nilai-nilai, pemaksaan yang
dilakukan untuk memasukkan system asing tersebut menyebabkan masyarakat sulit
untuk menerima dan beradaptasi, sehingga terjadilah suatu proses keterasingan
terhadap budaya sendiri atau yang dikenal dengan “Alienansi Masyarakat”
Saat kehadiran Belanda terasa menyelusup lekuk organ
yang paling elementer, masyarakat mulai menganggap kehadiran Belanda sebagai
ancaman nyata terhadap kemapanan masyarakat, karenanya kemunculan penguasa
asing harus dihancurkan dan sistemnya juga harus dibinasakan. Pada tingkat
begini, ideology mengambil peranan bahkan mengundang ke arah tindakan nyata
yang radikal dan revolusioner. Ratu Adil sebagai tuntutan totalitas yang
sifatnya sebagai alat untuk melawan tatanan penguasa tersebut dengan sendirinya
bersifat subversif terhadap orde penguasa.
Ideologi Ratu
Adil yang hadir, memberikan kegelisahan dan alienansi di antara masyarakat
dengan kerinduan akan datangnya zaman kegemilangan atau kembalinya masa silam
yang gemilang. Ideologi Ratu Adil ini menjadi perwujudan dari keresahan dan
kebencian rakyat yang tidak memiliki akses kepada pihak penguasa untuk
menyampaikan protes mereka.
Masyarakat pedesaan yang memiliki lapangan persepsi
yang sempit, tradisionil dan terbatas, dipaksa untuk melebarkan cakrawala
pemikiran yang berbentuk penyesuaian-penyesuaian. Akhirnya, apa yang mereka pandang
asing dilihat sebagai musuh dan berbahaya, untuk itu, solidaritas kelompok
mesti diperkuat dengan melakukan tekanan terhadap nasib kelompok. Eskhatologi
mitos disini bertindak sebagai identitas kelompok dengan penolakan terhadap
kelompok yang berada diluar secara radikal.
Dengan demikian, Ratu Adil memberikan kerangka acuan
sebagai bentuk legitimasi untuk melaksanakan aksi social. Pemimpin gerakan,
dalam hal ini menunjukkan kekuatan kepemimpinannya yang diterima melalui wahyu,
sehingga pemimpin tersebut tidak saja sekedar mengasai kepatuhan massa namun
juga komitmen total pada perjuangannya.
Dalam hal ini, perlu juga dikemukakan bahwa SUMPAH
amat memainkan peranan penting dan memiliki kekuatan pengikat yang besar
didalam kelompok tersebut. Upacara-upacara yang dilakukan bukan sekedar untuk
mengumpulkan massa sebanyak mungkin tetapi juga untuk memperkukuh kekuatan
massa. Ritus-ritus dilakukan untuk mencapai kemenangan yang dijanjikan sesudah
perjuangan.
Fenomena yang Nampak pada kasus-kasus gerakan social
adalah kesediaan berkorban dari para pengikutnya. Ternyata perangkat ideology
magis-keagamaan ini menimbulkan daya tarik yang besar bagi rakyat dan sekaligus
memberikan kekuatan mobilisasi bagi gerakan social. Ideologi Jihad digunakan
sebagai saluran untuk melepaskan rasa ketidakpuasan dan perasaan anti kekuatan
asing.
Kepercayaan dan keyakinan kepada pemimpin, kepercayaan
pada kekebalan tubuh, mengikuti ajaran secara dogmatic dan peniruan buta
membuat pengikut gerakan menunjukkan cirri yang keras dan fanatic serta siap
untuk mengorbankan diri bagi perjuangan suci mereka.
*****
Gerakan-gerakan yang muncul dari berbagai kasus-kasus
seperti gambaran diata , tidaklah dianggap sebagai masalah politis belaka.
Munculnya gerakan-gerakan tersebut menunjukkan ada persoalan-persoalan
fundamental dan mendasar dalam hubungan antara penguasa dengan yang dikuasai,
antara Negara dengan rakyat.
Kemunculan penguasa asing beserta
system-sistemnyadirasakan oleh rakyat sebagai suatu sumber ancaman yang serius
terhadap kemapanan tradisionil yang telah berlangsung lama dan selama ini
menjadi nilai-nilai yang kokoh dalam masyarakat. Akibat dari keadaan ini,
muncul suasana krisis dalam masyarakat. Akibat dari persepsi masyarakatyang
belum begitu luas terhadap fenomena-fenomena, harapan yang muncul ini mengambil
bentuk idealnya dari suasana di masa lampau. Mitos disini hadir sebagai lambang
untuk menciptakan atau menghadirkan tingkat kesadaran, maka mitos hadir sejauh
ia berfungsi untuk mengukuhkan realitas masa lampau tersebut, yang pada
gilirannya nanti akan menumbuhkan kepercayaan dan loyalitas kepada ideology
serta susunan yang mendasarinya. Tidak perduli apakah mitos itu diambil tanpa
pernah hadir sendiri di masa lampau, karena ini memang tidak perlu dan juga
tidak menghasilkan apa-apa bagi masyarakat yang tengah mencari kekuatan luar
untuk mendukung tindakan yang diambil tersebut. Ideologi kontra selalu muncul
pada saat krisis ke tengah dunia masyarakat untuk memberikan kekuatan-kekuatan
bagi mereka dan merombak susunan yang tengah berlangsung.
Dengan ideology akrkhais tradisionil ini, masyarakat
mencoba untuk mencari identitas mereka yang dirasakan tercerabut di tengah alur
system yang sulit untuk mereka pahami. Karena system asing tersebut hadir
melalui penekanan-penekanan yang dirasakan sebagai ancaman terhadap kemapanan
tradisionil. Didalam kehidupan bermasyarakat, keinginan untuk mencoba mencari
ideology-ideologi kontra ini akan selalu muncul, baik pada masyarakat
tradisionil maupun pada masyarakat yang menyebut dirinya modern, karena selalu
ada kelompok masyarakat yang ingin menghadirkan kembali gemilang masa lampau
atau mengalami keterasingan terhadap gerak masyarakat yang dihuninya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar